Huilo Huilo: Ketika Ecolodge Bertemu Petualangan Sejati di Chili Selatan
Jujur, pas pertama kali buka website Huilo Huilo, saya agak bingung. Tampilannya kayak resort mewah gitu, tapi katanya eco-friendly? Gimana ceritanya? Saya sampai screenshot dan kirim ke grup keluarga, “Ini beneran ramah lingkungan atau cuma marketing gimmick aja ya?”
Artikel terkait: Vicuña: Kampung Halaman Pisco Terbaik
Yang bikin saya makin penasaran, teman saya yang udah pernah ke sana tiba-tiba WhatsApp tengah malam: “Bud, lu harus ke Huilo Huilo. Gue speechless waktu itu, serius. Ini bukan resort biasa.” Dia yang biasanya skeptis sama tempat-tempat wisata “wah” malah ngomong gitu. Ya udah, saya langsung booking.
Tapi tunggu, ada yang salah di kalimat saya barusan – saya salah sebut lokasinya tadi. Ini di Región de Los Ríos, bukan Los Lagos. Sering ketuker karena dua-duanya di Chili selatan dan sama-sama punya danau cantik.
Ekspektasi saya sebelum berangkat? Honestly, setengah-setengah. Di satu sisi pengen percaya kalau ini bakal jadi pengalaman yang life-changing, tapi di sisi lain takut kecewa karena ekspektasi terlalu tinggi. Apalagi setelah baca review yang bilang “you’ll never want to leave” – sounds too good to be true, kan?
Spoiler alert: ternyata review itu ada benarnya juga.
Perjalanan Menuju Huilo Huilo – Lebih Menantang dari yang Dibayangkan
Okay, mari kita mulai dari awal. Dari Jakarta, saya terbang ke Santiago dulu, terus ada dua pilihan: bus atau penerbangan domestik ke Temuco. Saya pilih penerbangan karena udah capek banget dari long haul flight, tapi kalau budget terbatas, bus sebenarnya okay kok – cuma butuh waktu sekitar 8-9 jam.
Nah, dari Temuco inilah petualangan sesungguhnya dimulai. Saya rental mobil karena katanya lebih fleksibel, tapi ternyata… Google Maps error di area yang sinyalnya lemah! Saya nyasar hampir 2 jam, keliling-keliling daerah yang pemandangannya indah sih, tapi ya tetep aja bikin stress.
Pro tip dari pengalaman pahit: Download offline maps sebelum berangkat, dan kalau bisa, minta detailed direction dari hotel. Sinyal memang spotty di beberapa area menuju Huilo Huilo.
Yang bikin saya kagum, sepanjang perjalanan ketemu banyak local yang helpful banget. Bahasa Spanyol saya basic banget, tapi mereka sabar ngajarin dan nunjukin jalan. Ada bapak-bapak di SPBU yang sampai gambar peta kecil di kertas buat mastiin saya ga nyasar lagi.
Soal budget, kombinasi bus Santiago-Temuco plus rental mobil ternyata bisa save sekitar 40% dibanding ambil tour package. Tapi ya trade-off-nya, kita harus siap dengan tantangan navigasi sendiri.
Hal yang Saya Wish Tahu Sebelum Berangkat
Bawa power bank ekstra, serius. Charging point memang ada di resort, tapi pas lagi activities outdoor, HP cepet banget abis baterainya karena terus nyari sinyal. Saya sempet panik pas lagi hiking karena HP mati dan takut nyasar.
Soal cuaca, ini yang underestimate banget. Meski saya datang pas summer (Desember 2024), suhu bisa drop drastis dari siang ke sore. Bawa jaket tebal, trust me. Saya sempet kedinginan pas sunset di danau karena cuma bawa cardigan tipis.
First Impression yang Mengubah Segalanya
Moment pas arrival itu… wow. Dari yang tadinya skeptis langsung jadi takjub dalam hitungan menit. Ini bukan hotel biasa, ini literally habitat yang didesain buat manusia tapi tetep respect sama alam sekitarnya.
Artikel terkait: Menjelajahi Keajaiban Gurun Atacama: Surga Tersembunyi di Chile

Arsitektur bangunannya unik banget – kayak nyatu sama hutan. Pas masuk lobby, ada jendela besar yang ngasih view langsung ke danau dan hutan. Staff yang welcome juga beda dari hotel pada umumnya. Mereka genuine care tentang lingkungan, bukan cuma baca script. Ada yang tanya saya udah pernah denger tentang program konservasi mereka belum, terus ngasih penjelasan detail tanpa diminta.
Yang bikin saya surprise, ternyata ada museum fosil di dalam resort! Ini totally unexpected. Koleksinya lumayan lengkap, ada fosil dari zaman es yang ditemukan di area sekitar. Jadi bukan cuma eco-resort biasa, tapi ada educational value-nya juga.
Detil Akomodasi yang Bikin Jatuh Cinta
Saya pilih stay di Nothofagus Hotel yang view-nya menghadap danau. Kamarnya minimalis tapi thoughtfully designed – setiap detil ada fungsinya, ga ada yang cuma buat estetik doang. Yang paling saya suka, dari tempat tidur bisa langsung liat danau dan pegunungan. Susah tidur sih jadinya, tapi dalam artian positif – pemandangannya terlalu indah buat dilewatin.
Fasilitas ramah lingkungannya beneran work, bukan cuma gimmick. Solar heating buat air panas, rainwater harvesting system, bahkan toilet paper-nya dari recycled material. Tapi yang impressive, semua ini ga mengorbankan kenyamanan sama sekali.
Insider tip: Booking langsung di website mereka 15% lebih murah daripada di booking platform. Plus, mereka sering kasih room upgrade gratis kalau book direct, especially kalau mention mau celebrate special occasion.
Pilihan akomodasi ada beberapa – dari treehouse yang cocok buat yang adventurous, sampai lakeside cabin yang lebih private. Kalau traveling sama keluarga, saya recommend lakeside cabin karena lebih spacious dan anak-anak bisa main di area sekitar tanpa worry.
Aktivitas yang Bikin Lupa Waktu (dan Sinyal HP)
Canopy walk adalah must-do activity di sini. Jalan di atas pohon setinggi 20 meter, dengan view hutan hujan yang endless. Adrenaline rush-nya real, especially buat yang agak takut ketinggian kayak saya. Tapi worth it banget – perspektif hutan dari atas completely different.
Huilo Huilo Falls juga iconic banget. Air terjunnya memang instagrammable, tapi honestly lebih indah kalau dinikmati tanpa sibuk foto-foto. Saya sempet duduk di batu deket air terjun sambil dengerin suara air yang therapeutic banget.
Yang agak mengecewakan, boat tour di Danau Pirihueico. Ekspektasi saya tinggi karena danau ini salah satu selling point utama resort, tapi eksekusinya biasa aja. Guide-nya kurang engaging, dan durasi tour-nya terlalu singkat untuk harga yang dibayar. Maybe it was just bad timing, tapi pengalaman saya kurang memorable.
Aktivitas Favorit Pribadi: Night Walk yang Bikin Merinding
Night walk jadi pengalaman paling memorable buat saya. Dengerin suara hutan malam itu bikin merinding dalam artian positif. Ada suara burung hantu, serangga, dan suara-suara lain yang ga pernah saya denger di kota. Guide-nya explain tentang nocturnal animals dan gimana ecosystem hutan bekerja di malam hari.
Wildlife watching, especially puma tracking, butuh patience extra. Saya join tour pagi-pagi banget (jam 6), tapi ga ketemu puma. Guide bilang chances-nya memang kecil, tapi tetep exciting karena ngeliat jejak-jejak dan habitat mereka.
Yang harus dihindari berdasarkan pengalaman: Jangan coba hiking tanpa guide lokal. Trail marking ga selalu jelas, dan beberapa area bisa dangerous kalau ga familiar sama terrain-nya. Saya sempet nyaris nyasar pas solo hiking karena overconfident.
Zip-lining cocok banget buat yang suka tantangan, tapi skip kalau takut ketinggian. Volcano tour cuma worth it kalau cuaca cerah – saya dapat hari berkabut, jadi view-nya ga maksimal.
Artikel terkait: Cita Rasa Autentik Chile: Kuliner yang Menggugah Selera

Kuliner dan Sustainability – Kombo yang Unexpected
Restaurant Antilhue di resort ini mind-blowing. Fine dining dengan bahan-bahan lokal yang sourced dari community sekitar. Saya sempet ragu awalnya – menu all-local, takutnya ga sesuai selera. Ternyata best decision ever.
Chef-nya kreatif banget ngolah bahan-bahan lokal jadi dishes yang sophisticated. Ada salmon yang dimasak dengan teknik Mapuche traditional, tapi presentation-nya modern banget. Wine pairing-nya juga unik – mostly local varietals yang belum pernah saya denger sebelumnya, tapi surprisingly good.
Farm-to-table concept-nya bukan cuma marketing. Literally bisa liat sayuran dipetik pagi, terus dimakan siang itu juga. Ada small garden di belakang kitchen yang supplai herbs dan vegetables buat restaurant.
Budget Makan dan Tips Hemat
Real talk: makan di resort memang pricey. Dinner di Antilhue bisa $80-100 per person dengan wine pairing. Tapi kualitasnya sesuai sama harga, dan considering lokasinya yang remote, actually reasonable.
Tips hemat yang saya praktikkin: Sarapan all-you-can-eat (included di room rate), lunch ambil picnic box yang lebih economical, dinner baru splurge di restaurant. Picnic lunch experience-nya juga unik – makan di tepi danau sambil ngeliat view pegunungan.
Breakfast spread-nya impressive dengan zero food waste policy. Semua yang ga habis di-compost atau dikasih ke animals di conservation center mereka.
Sustainability Beneran atau Cuma Label?
Ini pertanyaan yang dari awal bikin saya skeptis. Jadi saya sengaja ngobrol sama beberapa staff tentang program lingkungan mereka, dan ternyata… genuinely impressive.
Mereka punya carbon footprint program di mana guest bisa contribute langsung ke reforestation project. Bukan cuma donate money, tapi bisa ikut tree planting activity juga. Saya ikut dan initially pikir bakal cheesy, tapi ternyata meaningful banget. Dapat certificate dan GPS coordinate pohon yang saya tanam, jadi bisa track pertumbuhannya.
Water treatment facility mereka sophisticated banget untuk lokasi yang remote. Semua wastewater di-treat sampai bisa dipake lagi buat irrigation. Waste management system-nya juga well-organized – ada composting, recycling, dan partnership sama local community buat waste reduction.
Community Involvement yang Meaningful
Yang paling impressive, partnership mereka sama Mapuche community. Bukan cuma employ local people, tapi genuinely preserve dan promote Mapuche culture. Ada cultural center di resort yang showcase traditional crafts, music, dan stories.
Saya sempet ngobrol sama salah satu Mapuche guide, dan dia explain gimana resort ini actually help preserve their traditional way of life sambil providing economic opportunities. It’s not perfect, tapi at least ada effort yang real.
Cara guest bisa contribute: Selain tree planting, ada program offset karbon yang transparent. Bisa pilih offset transportation, accommodation, atau activities. Mereka kasih breakdown detail kemana uangnya dipake dan impact-nya apa.
Artikel terkait: Futaleufú: Sungai Terganas untuk Rafting Ekstrem
Worth It atau Overhyped? – Verdict Jujur
Setelah 4 hari di sana, verdict saya: mahal, tapi pengalaman yang didapat sebanding. Ini bukan tempat buat budget traveler, tapi kalau punya budget dan cari pengalaman yang beda, worth every penny.

Comparison sama eco-resort lain di region ini, Huilo Huilo masih unbeatable dalam hal combination of luxury dan authentic eco-experience. Ada beberapa competitor yang lebih murah, tapi ga ada yang comprehensive kayak ini.
Moment kejujuran: Ada beberapa aspek yang bisa diperbaiki. WiFi connection masih spotty di beberapa area (though maybe that’s intentional), dan beberapa activities overpriced untuk duration yang dikasih. Room service juga limited – jangan expect 24/7 luxury hotel service.
Target Audience yang Cocok
Perfect buat nature lovers dengan budget menengah ke atas yang appreciate sustainable tourism. Cocok juga buat families dengan anak-anak yang udah agak gede (10+ tahun) karena beberapa activities memang challenging.
Yang sebaiknya skip: Kalau expect Instagram-perfect shots dengan minimal effort, ada tempat lain yang lebih cocok. Huilo Huilo lebih tentang authentic experience daripada photogenic moments. Dan kalau ga comfortable dengan limited connectivity, might be frustrating.
Waktu terbaik berkunjung: surprisingly bukan summer peak (December-February). Saya recommend shoulder season (October-November atau March-April) – weather masih okay, crowd lebih sedikit, dan rates lebih reasonable.
Refleksi dan Rencana Kembali
Yang paling saya rindukan setelah pulang? Suara hutan di pagi hari. Bangun tidur dengerin burung-burung dan suara alam, bukan suara traffic Jakarta. It sounds cheesy, tapi beneran therapeutic banget.
Pengalaman ini change my perspective tentang eco-tourism. Sebelumnya saya skeptis, pikir mostly marketing gimmick. Tapi Huilo Huilo prove that sustainable tourism bisa profitable tanpa compromise environmental values.
Rencana konkret: Saya udah booking lagi buat next year, kali ini sama keluarga. Pengen introduce anak-anak ke concept sustainable living dan appreciation terhadap nature. Plus, ada beberapa activities yang belum sempet saya coba.
Last minute tip yang wish bisa saya bilang ke diri sendiri: Bring more cash. Meski ada ATM di area resort, sometimes out of service. Dan jangan pack terlalu banyak fancy clothes – most of the time bakal pake outdoor gear anyway.
Buat yang masih ragu, saran saya: kalau punya budget dan opportunity, go for it. Ini bukan cuma vacation, tapi investment in experience yang bakal remembered for life. Dan siapa tau, kayak saya, bakal jadi repeat visitor juga.
Pengalaman di Huilo Huilo remind me kenapa travel itu important – bukan cuma buat escape routine, tapi buat open mind dan appreciate things yang biasanya kita take for granted. Like clean air, starry night sky, dan sound of silence yang real silence, bukan city silence yang masih ada background noise.
Tentang penulis: Budi berdedikasi untuk berbagi pengalaman perjalanan nyata, tips praktis, dan perspektif unik, berharap membantu pembaca merencanakan perjalanan yang lebih santai dan menyenangkan. Konten asli, menulis tidak mudah, jika perlu mencetak ulang, harap catat sumbernya.