Ancud: Benteng Terakhir Spanyol di Chile – Jejak Sejarah yang Hampir Saya Lewatkan
Jujur aja, kalau bukan karena temen saya bilang “Bud, lu harus ke Ancud, gue baru dari sana dan mind-blown banget!”, mungkin saya bakal skip tempat ini sama sekali. Waktu itu saya lagi planning trip ke Chile Selatan, dan Ancud cuma masuk list sebagai “mungkin kalau ada waktu”. Pemikiran saya sederhana: benteng tua, pasti cuma reruntuhan biasa yang udah difoto jutaan orang.
Artikel terkait: Lembah Elqui: Oasis Spiritual di Tengah Gurun
Ternyata… astaga, saya hampir melewatkan salah satu momen paling berkesan dalam hidup saya.
Saat berdiri di atas sisa-sisa Fuerte San Antonio, dengan angin laut Pasifik yang dingin menusuk jaket, saya merasakan sesuatu yang sulit dijelaskan. Ini bukan cuma tentang batu-batu tua atau museum berdebu. Ini tentang berdiri di tempat dimana sejarah Amerika Selatan benar-benar berubah total. Tempat dimana kekuasaan Spanyol yang berlangsung lebih dari 300 tahun akhirnya berakhir pada tahun 1826.
Dan yang bikin saya merinding? Menyadari bahwa tanpa momen di tempat ini, Chile yang kita kenal sekarang mungkin tidak akan pernah ada.
Kenapa Saya Akhirnya Memutuskan Datang ke Ancud (dan Kenapa Anda Juga Harus)
Ceritanya dimulai dari WhatsApp grup travel yang isinya temen-temen backpacker. Satu temen baru posting foto sunset dari Ancud dengan caption “Guys, ini bukan cuma benteng biasa. Ini literally tempat terakhir Spanyol bertahan di seluruh Amerika Selatan!”
Saya yang lagi duduk di kafe sambil minum kopi (kebiasaan saya kalau lagi planning trip), langsung buka Google Maps. Ancud… Chiloé Island… tunggu, ini dimana sih? Research dadakan dimulai. Wikipedia, travel blog, bahkan YouTube. Semakin dalam saya baca, semakin kaget.
Ternyata Ancud bukan sembarang kota kecil. Ini adalah benteng terakhir yang jatuh ke tangan pemberontak Chile dalam perang kemerdekaan. Bayangkan, sementara seluruh benua Amerika Selatan sudah merdeka, di pojok kecil Chile ini masih berkibar bendera Spanyol sampai 1826!
Tapi ya… budget saya terbatas. Tiket bus dari Santiago ke Puerto Montt, terus ferry ke Chiloé, plus akomodasi – hitungan kasar bisa 800 ribu rupiah. Dilema klasik backpacker: rasa penasaran vs kantong tipis.
Akhirnya saya putuskan: “Kapan lagi bisa ke tempat yang literally mengubah sejarah benua?”
Pro tip dari pengalaman saya: Kalau anda history buff kayak saya, skip Ancud adalah kesalahan fatal. Ini bukan cuma destinasi wisata biasa – ini living history yang masih bisa anda rasakan.

Soal transport dari Puerto Montt: Book bus Cruz del Sur yang jam 7 pagi. Jangan yang siang, karena ferry terakhir ke Chiloé jam 6 sore. Saya hampir kelewatan gara-gara informasi di internet outdated. Hemat 2 jam searching dengan langsung ke terminal bus dan tanya langsung.
Realita di Lapangan – Ekspektasi vs Kenyataan yang Bikin Melongo
Sampai di Ancud sekitar jam 2 siang, first impression saya: “Kok kecil banget?” Kota dengan populasi cuma 30 ribu orang, jalan utama cuma satu, dan yang namanya “benteng” ternyata cuma sisa-sisa dinding batu yang tingginya paling 3 meter.
Kekecewaan pertama? Saya expect something grand kayak benteng-benteng di Eropa. Realitanya, Fuerte San Antonio sekarang lebih mirip taman kecil dengan beberapa meriam antik dan plak informasi. Sempet mikir, “Apa saya salah datang ke sini?”
Artikel terkait: Menjelajahi Keajaiban Gurun Atacama: Surga Tersembunyi di Chile
Tapi kejutan pertama datang saat saya masuk ke Museo Regional de Ancud. Astaga! Museum ini kelas dunia banget. Koleksi artefak dari era kolonial, peta-peta kuno, bahkan replika kapal-kapal perang Spanyol. Yang bikin speechless: ada diorama lengkap pertempuran terakhir antara pasukan Spanyol dan pemberontak Chile.
Momen paling tak terduga? Ketemu sama Don Carlos, guide lokal berusia 70-an yang kakeknya veteran perang kemerdekaan. Dia cerita dengan mata berbinar, “Abuelo saya ikut pertempuran terakhir di sini. Dia bilang, saat bendera Spanyol diturunkan, semua orang nangis – bukan karena sedih, tapi karena finally free!”
Saat itu saya baru paham kenapa tempat ini special. Ini bukan cuma soal bangunan tua, tapi tentang momen ketika sebuah era berakhir dan era baru dimulai.
Yang Bisa Anda Lihat Hari Ini (realitas 2025/6)
Kondisi aktual Fuerte San Antonio memang tidak megah, tapi justru itu yang bikin authentic. Sisa-sisa benteng masih bisa dilihat jelas, terutama bagian yang menghadap ke Selat Chacao. Ada 4 meriam asli yang masih terawat, dan pemandangan ke laut yang absolutely stunning.
Soal budget: Tiket masuk museum 5.000 peso (sekitar 75 ribu rupiah), tapi ada paket combo dengan walking tour seharga 8.000 peso. Trust me, ambil yang combo – hemat 30% dan dapat insight yang jauh lebih dalam.
Kesalahan umum yang harus dihindari: Jangan datang saat high tide kalau mau foto bagus dari benteng. Air laut naik dan menutupi bebatuan yang biasanya jadi foreground foto. Saya datang jam 3 sore dan perfect timing-nya.
Oh ya, prepare mental untuk sinyal HP yang lemah di area benteng. Saya sempet panik karena Google Maps offline, tapi ternyata bentengnya cuma 200 meter dari jalan utama. Download offline maps sebelum berangkat!

Cerita di Balik Benteng – Sejarah yang Bikin Merinding
Untuk memahami kenapa Ancud begitu penting, kita harus flashback ke tahun 1810-an. Saat itu, gelombang kemerdekaan sudah menyapu seluruh Amerika Selatan. Argentina merdeka 1816, Chile daratan 1818, bahkan Peru 1821. Tapi ada satu tempat yang masih teguh mempertahankan kekuasaan Spanyol: Chiloé Island.
Kenapa Spanyol bertahan di sini sampai 1826? Strategis banget lokasinya. Chiloé mengontrol jalur pelayaran selatan Chile, dan Ancud adalah kunci dari semuanya. Dari benteng ini, Spanyol bisa memantau semua kapal yang lewat Selat Chacao.
Don Carlos cerita, kakeknya bilang pasukan Spanyol di Ancud bukan cuma tentara biasa. Mereka adalah “los últimos leales” – yang terakhir setia. Banyak yang sudah puluhan tahun tinggal di Chiloé, menikah dengan perempuan lokal, punya anak-anak yang lahir di pulau ini.
“Jadi ini bukan cuma perang politik,” kata Don Carlos sambil menunjuk ke arah laut. “Ini tentang identitas. Mereka defending home mereka.”
Momen yang bikin saya merinding: saat Don Carlos cerita tentang malam terakhir sebelum benteng menyerah. Komandan Spanyol, Antonio de Quintanilla, reportedly berdoa di kapel kecil yang sekarang jadi bagian dari museum. Dia tahu ini adalah akhir dari 300 tahun kekuasaan Spanyol di Amerika.
Berdiri di spot yang sama dimana Quintanilla berdoa malam itu… man, I got goosebumps.
Artikel terkait: Antofagasta: Jendela Menuju Alam Semesta
Detail yang Jarang Dibahas Travel Blog Lain
Yang bikin Ancud strategis bukan cuma lokasinya, tapi juga Selat Chacao itu sendiri. Selat ini cuma lebar 2 kilometer, tapi arus lautnya ganas banget. Kapal-kapal besar harus nunggu timing yang tepat untuk menyeberang. Makanya, siapa yang kontrol Ancud, dia kontrol akses ke seluruh Chile Selatan.
Spot terbaik untuk merasakan “aura sejarah”: Naik ke menara pengintai sisa benteng saat golden hour. Dari sini, anda bisa lihat persis apa yang dilihat penjaga Spanyol 200 tahun lalu. Selat Chacao yang berkilau, Andes di kejauhan, dan bayangan Puerto Montt di daratan utama.
Yang menarik, Ancud bukan benteng tunggal. Ini bagian dari sistem pertahanan yang mencakup Fuerte Agüi di Chacao dan beberapa pos pengintai kecil. Tapi Ancud adalah command center-nya.
Kenapa disebut “benteng terakhir”? Karena setelah Ancud jatuh pada 15 Januari 1826, literally tidak ada lagi wilayah di seluruh Amerika Selatan yang dikuasai Spanyol. Game over untuk 300 tahun kolonialisme.
Panduan Praktis – Dari Pengalaman Langsung (Bukan Copy-Paste Google)
Cuaca Chiloé itu unpredictable banget! Saya datang bulan Maret (musim gugur), pagi cerah, siang mendung, sore hujan, malam clear lagi. Bawa jaket tebal dan rain jacket – ini non-negotiable. Angin laut di area benteng bisa bikin hipotermia kalau anda cuma pakai kaos.

Soal transport, saya sempet bimbang antara naik bus vs sewa mobil dari Puerto Montt. Akhirnya pilih bus karena lebih murah (45 ribu vs 400 ribu per hari), tapi kalau budget memungkinkan, sewa mobil lebih fleksibel. Jalan di Chiloé bagus kok, dan parkir di Ancud gratis.
Akomodasi honest review: Saya nginep di Hostal Mundo Nuevo (350 ribu per malam), basic tapi bersih dan owner-nya helpful banget. Kalau mau yang lebih comfort, Hotel Galeón Azul (800 ribu per malam) view-nya langsung ke selat. Worth it kalau anda traveling berdua.
Kesalahan kedua yang harus dihindari: Jangan andalkan Google Translate untuk ngobrol sama local. Bahasa Spanyol Chile itu accent-nya beda banget, apalagi di Chiloé ada influence bahasa Mapuche. Better belajar beberapa frasa basic atau bawa phrasebook.
Itinerary Realistis (Bukan yang Terlalu Ambisius)
Half day vs full day – ini dilema saya waktu itu. Kalau cuma mau lihat benteng dan museum, half day cukup. Tapi kalau mau really appreciate the experience, full day adalah pilihan yang tepat.
Half day itinerary (4 jam):
– 09:00 – Tiba di Ancud, breakfast di Plaza de Armas
– 10:00 – Kunjungi Fuerte San Antonio (1 jam)
– 11:00 – Museum Regional (1.5 jam)
– 12:30 – Lunch dan jalan-jalan kota kecil
– 14:00 – Balik ke Puerto Montt
Full day itinerary (yang saya lakukan):
– 09:00 – Breakfast dan explore downtown Ancud
– 10:00 – Museum Regional (2 jam dengan guide)
– 12:00 – Lunch di Mercado Municipal (cobain curanto!)
– 14:00 – Fuerte San Antonio dan foto session
– 16:00 – Jalan ke Playa Arena Gruesa (pantai terdekat)
– 18:00 – Sunset di benteng (magical moment!)
– 19:30 – Dinner seafood di restoran lokal
Kombinasi dengan destinasi lain di Chiloé: Kalau udah sampai Ancud, sayang banget kalau gak explore Chiloé lebih dalam. Castro dengan gereja kayunya cuma 1 jam drive, dan Dalcahue dengan pasar kerajinannya worth the visit.
Artikel terkait: Arica: Jejak Peradaban Tertua Amerika
Tips sustainable tourism yang praktis: Chiloé adalah UNESCO Biosphere Reserve, jadi respect lingkungannya. Saya selalu bawa tumbler sendiri (air minum gratis di museum), dan pilih warung lokal daripada chain restaurant. Plus, jalan kaki atau bike sharing di dalam kota – Ancud kecil banget, 30 menit udah keliling semua.
Curanto experience yang memorable: Ini traditional dish Chiloé yang dimasak underground pakai batu panas. Saya cobain di rumah Doña María (rekomendasi Don Carlos), dan it’s absolutely mind-blowing. Seafood, daging, kentang, semua dicampur jadi satu dalam lubang tanah. Rasa yang gak akan anda temukan di tempat lain!
Refleksi Perjalanan – Mengapa Tempat Ini Stuck di Memori
Saat sunset di atas benteng, saya duduk di atas batu yang mungkin 200 tahun lalu jadi tempat penjaga Spanyol berdiri. Golden hour di Ancud itu something else – cahaya matahari memantul dari Selat Chacao, siluet Andes di kejauhan, dan suara ombak yang menghantam bebatuan di bawah.

Momen nostalgia itu datang tiba-tiba. Saya mikir, berapa banyak orang yang pernah berdiri di spot yang sama dengan perasaan yang sama campur aduk? Penjaga Spanyol yang tahu era mereka akan berakhir, pemberontak Chile yang berjuang untuk kebebasan, dan sekarang saya – seorang backpacker Indonesia yang cuma pengen understand sejarah.
Realisasi yang hit me hard: sejarah itu bukan cuma angka tahun dan nama-nama di buku pelajaran. Sejarah itu tempat nyata, dimana orang nyata pernah hidup, berjuang, dan bermimpi. Di Ancud, saya bisa literally feel that history.
Interaksi dengan locals yang bikin perspektif berubah total. Don Carlos, Doña María, bahkan mas-mas di warung kopi – mereka semua punya cerita tentang nenek moyang yang hidup di era transisi itu. Buat mereka, sejarah Ancud bukan masa lalu yang jauh, tapi bagian dari identitas keluarga mereka.
Kurva emosional perjalanan ini: dari skeptis (“ah, cuma benteng tua”), ke terpesona (museum dan cerita Don Carlos), sampai enggan pulang (sunset moment yang bikin reflektif). Klasik banget sih, tapi that’s the beauty of unexpected travel experiences.
Temen-temen yang liat Instagram story saya banyak yang tanya, “Worth it gak sih ke Ancud? Jauh banget dari Santiago.” Jawaban saya selalu sama: “Kalau lu suka sejarah dan pengen experience something yang beda dari typical tourist destinations, this is it.”
Kesimpulan personal saya: Ancud absolutely layak masuk bucket list siapa pun yang mau understand sejarah Chile secara mendalam. Ini bukan destinasi yang bakal viral di social media atau jadi background foto Instagram yang wow. Tapi ini adalah tempat dimana anda bisa literally touch history.
Kapan waktu terbaik berkunjung? Based on my experience, Maret-April (musim gugur) atau Oktober-November (musim semi). Cuaca lebih stable, turis lebih sedikit, dan harga akomodasi lebih reasonable. Avoid December-February kalau gak suka crowded.
Next article saya bakal bahas hidden gems lain di Chiloé Island – dari gereja kayu UNESCO World Heritage sampai pengalaman tinggal di palafito (rumah panggung tradisional). Stay tuned!
Kalau ada yang mau tanya detail lain tentang Ancud atau planning trip ke Chile Selatan, drop comment ya. Saya selalu senang sharing pengalaman travel, especially ke tempat-tempat yang underrated tapi historically significant kayak gini.
Tentang penulis: Budi berdedikasi untuk berbagi pengalaman perjalanan nyata, tips praktis, dan perspektif unik, berharap membantu pembaca merencanakan perjalanan yang lebih santai dan menyenangkan. Konten asli, menulis tidak mudah, jika perlu mencetak ulang, harap catat sumbernya.